Start dan finis di posisi ketujuh pada GP Arab Saudi 2205 menggambarkan betapa sulitnya proses adaptasi Lewis Hamilton bersama tim barunya, Scuderia Ferrari. Meski sempat memberikan secercah harapan dengan kemenangan sprint di Shanghai, performa sang juara dunia tujuh kali justru tidak konsisten. Situasi ini memicu banyak spekulasi soal apa yang sebenarnya menghambat Hamilton mengeluarkan performa terbaiknya bersama Ferrari.
Puncak kekecewaan terlihat jelas saat sesi kualifikasi di Jeddah. Hamilton dengan nada frustrasi menyebut dirinya butuh “transplantasi otak” agar bisa memahami karakter SF25 yang dinilainya sulit dikendalikan. Masalah utama yang ia rasakan adalah understeer parah di stint pertama, diperburuk dengan degradasi ban tinggi. Meski keseimbangan sedikit membaik di stint kedua, ia tetap merasa kehilangan kecepatan untuk bersaing di barisan depan.
Hamilton dengan jujur mengakui bahwa masalahnya bukan sepenuhnya berasal dari performa mobil. Ia menunjuk rekan setimnya, Charles Leclerc, yang mampu finis di podium, sebagai bukti bahwa mobil memiliki potensi. Baginya, tantangan utama adalah kesulitan dalam menyesuaikan gaya membalapnya yang terbiasa di Mercedes dengan tuntutan teknis Ferrari.
Nada pasrah pun terdengar ketika ia menyatakan tak punya solusi jitu untuk sisa musim ini. Bahkan ia memprediksi kondisi ini bisa berlanjut hingga akhir musim. Kepala tim Ferrari, Frederic Vasseur, menyadari tantangan ini dan berjanji memberikan dukungan penuh agar Hamilton bisa menemukan ritmenya dan menunjukkan kualitasnya sebagai salah satu pembalap terbaik sepanjang masa.